Gambar
1.1 Klenteng Liong Hok Bio tahun
Cr : lensanasrul.com
Klenteng
Liong Hok Bio yang berlokasi di Jl. Alun-Alun Utara No.2, Kemirirejo, Kec. Magelang
Tengah, Kota Magelang, Jawa Tengah ini merupakan
TITD (Tempat Ibadah Tri Dharma – Budha, Kong Hu Chu, Tao) yang tertua di kota
Magelang, berdiri sejak 8 Juli 1864. Klenteng ini didirikan oleh Luitenant Be Koen Wie (Tjok Lok) .
Beliau adalah orang Solo yang telah berjasa dalam perang sehingga dipercaya
Pemerintah Hindia Belanda menjadi luitenant
dan dipindahkan ke Magelang. Beliau menjadi
pachter candu dan rumah gadai, sehingga menjadi saudagar kaya dan
mendirikan klenteng.
Twa
Pek Kong (Dewa tuan rumah / yang paling dipuja) di klenteng ini adalah Dewa
Bumi (Hok Tek Tjen Sin / Tho Tee Kung - 福德正神)
. Asal usulnya adalah ketika di Batavia terdapat pemberontakan kaum Tionghua
terhadap Pemerintah Belanda yang menewaskan sepuluh ribu orang Tionghua. Pemberontakan
ini disebabkan adanya pungli karena adanya larangan imigran yang tidak memiliki
izin kerja, sehingga orang-orang
Tionghua melarikan diri ke arah timur. Sekelompok orang datang dan menetap di
Desa Klankong Djono (di daerah Kedu Selatan) dengan membawa Twa Pek Kong mereka
yaitu Hok Tek Tjen Sin. Saat Perang Diponegoro (1825-1830), banyak terjadi kekacauan
dan perampokan di desa ini sehingga banyak yang mengungsi lagi, setelah
pemimpin desa pada masa ini, The Ing Sing dan bergelar Bu Han Lim dari Tiongkok
melakukan perlawanan. Melewati pegunungan Menoreh Salaman, sebagian orang sampai
dan menetap di Magelang, sebagian lagi terus menuju ke daerah Temanggung. Di
Magelang, mereka tinggal di daerah Ngarakan (sekarang sebelah barat Pecinan). Oleh sebab itu, saat Luitenant Be Koen Wie
mendirikan klenteng, Hok Tek Tjen Sin inilah yang dijadikan Twa Pek Kong.
Umat
klenteng ini kemudian melakukan pengumpulan dana untuk memperluas area, dan
dibelilah rumah dengan Persil Eigendom (status
milik pemerintah kolonial) di Jalan Pemuda Selatan no.53,55, dan 59.
Cr : picuki.com
|
Cr : hoktekcengsinbio.blogspot.com
|
Klenteng
ini didirikan di perempatan jalan, sebelah Tenggara Alun-alun kota, dan
menghadap ke utara. Menurut kepercayaan
Tionghua, titik tempat ini berisi pengaruh-pengaruh negatif sehingga didirikanlah klenteng saja agar
pengaruh tersebut hilang. Atap dari
klenteng ini dihiasi patung xinglong (dua
naga) yang saling menghadap huo zhu
(mutiara api/bola api/mutiara Budha).
Cr : pinterest.com
|
Cr : antarafoto.com
|
Namun,
pada 16 Juli 2014, klenteng ini mengalami kebakaran yang diduga disebabkan
lilin yang sebelumnya digunakan untuk ibadah. Sebagian besar bangunan klenteng
hangus karena terbuat dari kayu, ditambah lagi sebanyak 16 patung juga turut
hancur. Renovasi klenteng ini dilakukan dengan dana swadaya dan selesai pada
tahun 2018.
Status
Klenteng berusia 156 tahun ini pun masih diusulkan untuk menjadi Cagar Budaya,
walaupun bangunannya sudah direnovasi, tetapi penggunaan kawasan ini daridulu
sampai sekarang tetap sama. Klenteng ini masih aktif digunakan sebagai TTID dan
juga menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Gambar
1.6 Perbandingan bentuk Klenteng Liong Hok Bio tahun 1936 dan 2018
Cr : pinterest.com
Daftar
Pustaka
Komunitas Koeta Toea Magelang. (2012, Desember 29). IWAYAT
KELENTENG LIONG HOK BIO, SAKSI SEJARAH
KOMUNITAS TIONGHOA DI MAGELANG.
Dipetik April 8, 2020, dari Koeta Toea Magelang : https://kotatoeamagelang.wordpress.com/2012/12/29/riwayat-kelenteng-liong- hok-bio-saksi-sejarah-komunitas-tionghoa-di-magelang/
Oktavian, A. (2017,
Oktober 16). Klenteng Liong Hok Bio Magelang. Dipetik April 8, 2020, dari situsbudaya.id:
https://situsbudaya.id/kantor-pos-magelang-jawa- tengah/
Radar Jogja. (2020,
Januari 12). Usulkan Liong Hok Bio Jadi Cagar Budaya. Dipetik April 8, 2020, dari
radarjogja.jawapos.com: https://radarjogja.jawapos.com/2020/01/17/usulkan-liong-hok-bio-jadi-cagar-budaya/
Ramadhan, J. A. (2014,
Juli 16). Kelenteng kuno Liong Hok Bio di Magelang ludes terbakar. Dipetik April 8, 2020,
dari Merdeka.com: https://www.merdeka.com/peristiwa/kelenteng-kuno-liong-hok-bio-di-magelang- ludes-terbakar.html
Komentar
Posting Komentar